Negara Ambil Alih TMII dari Cendana


09 Apr 2021, 00:03 WIB
Jakarta Pos Taman Mini Indonesia Indah (TMII) menjadi sorotan. Pemerintah resmi mengambil penguasaan dan pengelolaan tempat tersebut dari tangan Yayasan Harapan Kita berdasarkan surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 51/1977 yang ditandatangani Presiden kedua RI Soeharto, tertanggal 10 September 1977.

Pengambilalihan penguasaan ini menyusul dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengelolaan TMII, yang ditandatangani langsung oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi 31 Maret 2021 

Berdasarkan penelusuran, Yayasan Harapan Kita dibentuk pertama kali oleh Siti Hartinah alias Tien Soeharto pada 23 Agustus 1968. Kini diteruskan anak-anak mendiang Bu Tien, mereka adalah Siti Hardiyanti Hastuti Rukmana, kemudian ada Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo.

Tak hanya itu, nama anak-anak Presiden kedua RI Soeharto juga terseret dalam gugatan yang datang dari perusahan Singapura, Mitora ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dan Jakarta Selatan (Jaksel) tentang TMII.

Di PN Jakpus, nama Siti Hardiyanti Hastuti Rukmana, Sigit Harjojudanto, dan Bambang Trihatmodjo. Sementara di PN Jaksel, selain ketiga nama tersebut ada nama Siti Hediati Hariyadi, dan Siti Hutami Endang Adiningsih.

Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara, Setya Utama, mengaku pihaknya telah berkomunikasi dengan pihak keluarga Cendana terkait pengambil alihan TMII.

"Sudah (berkomunikasi dengan Keluarga Cendana), dengan pihak Yayasan, Badan Pengelola TMII," kata Setya kepada wartawan, Kamis (8/4/2021).

Sebelum akhirnya diambil alih negara, Setya mengatakan Kemensetneg telah memberikan pengarahan terlebih dahulu kepada pengelola TMII agar meningkatkan kualitas pelayanan. Namun, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan agar TMII diambil alih Kemensetneg.

"Kita berikan arahan dulu, lakukan legal dan financial audit, pertimbangkan rekomendasi BPK dan pihak-pihak lainnya, dan putuskan harus diambil alih," kata Setya.

Dia juga mengungkapkan bahwa Yayasan Harapan Kita tak pernah menyetor pendapatan TMII, yang diketahui sudah dikelola selama 44 tahun. Hal ini pula lah yang menjadi salah satu alasan pemerintah akhirnya mengambil alih pengelolaan TMII dari Yayasan Harapan Kita. Pasalnya, pemerintah ingin agar TMII memberikan kontribusi terhadap keuangan negara.

"Untuk optimalisasi aset, kontribusi ke negara salah satunya. Yang penting lainnya, bisa dimanfaatkan oleh masyarakat segala kalangan," jelas Setya.

Dia menyebut, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyarankan tiga opsi terkait pengelolaan TMII ke depannya. Salah satunya, pola Badan Layanan Usaha (BLU) yang telah dilakukan di kawasan milik negara lainnya.

"Opsi kedua dikelola pihak ketiga atau kerjasama pemanfaatan," ucap Setya.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf, memandang apa yang dilakukan pemerintah bisa dilakukan, mengingat TMII masih kekayaan negara yang dicatat di Kemensetneg sebagai salah satu dasar untuk diambil alih.

Selain itu, dasar pengambilalihan melihat untung rugi dan asas kemanfaatan umumnya. Apakah pengelola sebelumnya yakni Yayasan Harapan Kita, membuat negara untung atau tidak.

"Kalau kurang bagus (keuntungannya) boleh diambil alih negara, karena negara berkepentingan untuk pemanfaatan yang sebesar-besarnya begitu bagi terhadap aset TMII ini. Jadi orientasinya kemanfaatan dalam konteks management mereka,(Nyoto) 

Komentar

Postingan Populer